Ngawi, Orbit-Ind
Bersih desa atau sedekah bumi dalam khazanah budaya Jawa merupakan salah satu kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap pedesaan di tanah air. Biasanya dilaksanakan setiap tahun dibulan tertentu menurut wetonan desa atau saat panen padi tiba. Salah satu desa di Kecamatan Karanganyar, yakni Desa Bangunrejo juga melaksanakan kegiatan semacam itu, yakni sadranan atau sedekah bumi yang dilaksanakan pada hari Kamis, 8 Agustus 2024.
Acara bersih desa atau nyadran dalam istilah lokal kali ini dibuat lebih meriah semacam festival karena dilakukan sebuah arak-arakan gunungan yang berisi beraneka uluwetu alias hasil bumi berupa tumpeng lanang dan wadon, merupakan simbolisme dari Betari Sri dan Betara Sedhana. Betari Sri atau Simbok Sri adalah melambangkan sebuah rejeki, sedangkan Sedhana melambangkan kemakmuran. Jadi dalam festival tersebut adalah mempertandai datangnya sebuah rejeki yang akan membawa kemakmuran pada masyarakat Desa Bangunrejo, sebagaimana diterangkan oleh Kepala Desa Sutrisno dalam sambutannya.
Acara semakin meriah karena dihadiri oleh dinas terkait dan seluruh pimpinan yang berada diwilayah Kecamatan Karanganyar. Bahkan Kepala Dinas Dispora Wiwien Purwaningsih hadir dan memberikan penilaian dalam acara tersebut. Wiwien menyatakan, bahwa gelaran tradisi semacam ini sangat bagus dan menghidupkan budaya lokal. Tradisi seperti ini akan memberikan corak ragam pada budaya Ngawi. Bahkan apabila dikemas menjadi acara yang lebih bagus akan menjadi destinasi wisata yang menarik.
Tema yang diambilpun sangat terkait dengan nilai-nilai kuno lokal masyarakat setempat, yaitu 'Manunggaling Sri Sedhana'.
"Dengan manunggalnya Mbok Sri dan Bapa Sedhana akan memberikan rejeki yang melimpah dan membawa kemakmuran pada warga Bangunrejo," jelas Sutrisno yang pernah mendapatkan kekancingan dari Kasunanan Surakarta dan berhak bergelar KRT (Kanjeng Raden Tumenggung).
Menariknya dalam acara tersebut juga diniatkan untuk syukuran Hari Jadi Ngawi yang ke 666, sekaligus memperingati Kemerdekaan Republik Indonesia. Serta diikuti oleh desa-desa yang ada di Kecamatan Karanganyar, yaknu Pandean, Karanganyar, Sekarjati, Sriwedari, dan Gembol.
Dalam budaya Jawa, Mbok Sri adalah salah satu sebutan simbolis yang berperan dalam kesuburan tanah alias pembawa rejeki, sehingga pertanian mereka menghasilkan padi (uluwetu) sebagaimana yang diharapkan. Kemudian manunggalnya Bapa Sedhana akan membawa kemakmuran yang dicita-citakan.
Acara simbolisme berupa arak-arakan tujuh gunungan atau tumpeng lanang dan wadon yang mengelilingi desa di Bangunrejo Kidul ini benar-benar menjadi acara yang sarat makna dan bisa menjadi agenda rutin yang bisa menarik warga sekitar dan para wisatawan untuk berkunjung ke desa ini.
Kades Sutrisno beserta para pejabat dilingkungan pemerintahan Kecamatan Karanganyar dalam perhelatan bersih desa. (Foto: istimewa)
Arak-arakan Ginungan di Bangunrejo Representasi Tradisi Methil Warga
Dalam individu masyarakat Jawa dan juga warga Bangunrejo biasanya akan membuat acara methil, berupa selamatan di sawah saat menjelang panen tiba. Tradisi ini dilakukan oleh individu masing-masing pemilik sawah. Methil dimaknai sebagai rasa syukur kepada Mbok Sri dan Bapa Sedhana, simbolisme anugerah Tuhan atas limpahan hasil padi yang meruah. Uba rampe methil berupa tumpeng pepak dengan ayam panggang dan buah pisang. Kemudian sebagian dibagi dalam sebuah cok bakal dan guwakan (pethilan sedikit mulai buceng, panggang dan lauk pauk berupa sayur kukuban). Kemudian pethilan tersebut ditaruh diempat penjuru sawah dan di tengah-tengah sebagai pancer.
Jadi acara festival arak-arakan tumpeng yang dilaksanakan oleh pemerintahan Desa Bangunrejo ini merupakan representasi dari kegiatan warga selama ini.
Pewarta: MD/ Koh Mien
Posting Komentar
0Komentar