Oleh: Maman Supriatman
Sidang Umum PBB 23 September 2025 menjadi saksi pergeseran seismik dalam tatanan global: Amerika Serikat dan Israel semakin terisolasi, ditinggalkan oleh sekutu tradisional Eropa, sementara Jepang, Korea Selatan, dan Singapura tetap bertahan dalam blok pendukungnya.
Fenomena ini tidak hanya mengkonfirmasi analisis geopolitik konvensional, tetapi juga mengukuhkan tafsir Syekh Imran Hosein tentang bangkitnya Pax Judaica—fase mulk jabbariyyan (kekuasaan memaksa) dalam narasi eskatologis Islam.
Bagi Indonesia, momen ini adalah ujian tiga dimensi: konsistensi politik luar negeri, peluang memimpin dunia Islam, dan kewaspadaan terhadap polarisasi internal yang mengancam kohesi nasional.
Prolog: Dari New York Declaration ke Panggung PBB
Pada 12 September 2025, New York Declaration disahkan dengan dukungan 145 negara, mengukuhkan solusi dua negara untuk Palestina. Hanya lima negara—AS, Israel, Jepang, Korea Selatan, dan Singapura—yang menolak.
Sepuluh hari kemudian, debat umum PBB memperlihatkan isolasi semakin dalam: pidato pemimpin Israel disambut dingin, sementara pidato Indonesia tentang Palestina mendapat standing applause.
Ini bukan sekadar diplomasi; ini adalah gesekan lempeng tektonik peradaban.
Pergeseran Geopolitik: Retaknya Blok Barat, Bangkitnya Poros Alternatif
Data voting PBB menunjukkan pola menarik:
Uni Eropa terpecah antara pragmatisme (Jerman, Hungaria) dan tekanan moral (Spanyol, Irlandia).
BRICS+ (kini 25 anggota) tampil sebagai kekuatan kohesif dengan suara tunggal mendukung Palestina.
ASEAN terbelah: Singapura pro-AS, sementara Indonesia, Malaysia, dan Brunei konsisten mendukung Palestina.
Menurut laporan International Crisis Group (2025), isolasi AS-Israel mencerminkan krisis legitimasi hegemonik. Sementara Rand Corporation memprediksi percepatan power transition dari Barat ke Eurasia.
Dari Geopolitik ke Geoprofetik: Membaca Nubuat dalam Realitas
Syekh Imran Hosein dalam "Jerusalem in the Qur'an" (2002) dan analisis terkini (2025) menegaskan:
"Pax Judaica bukanlah konspirasi, tetapi tahapan eskatologis. Israel kini adalah fulcrum sistem global yang mendukungnya—mulai dari finansial hingga militer."
Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW:
Akan datang setelahku para pemimpin yang mengikuti petunjuk (khulafa' rashidun), lalu masa kerajaan yang menggigit (mulkan ‘adhan), kemudian masa kekuasaan memaksa (mulk jabbariyyan)." (HR. Ahmad, 18430).
Fase mulk jabbariyyan inilah yang kita saksikan sekarang: kekuasaan yang menggunakan structural violence untuk mempertahankan dominasi.
Tragedi Palestina: Simbol Kalabendu Global
Palestina telah berevolusi dari konflik teritorial menjadi simbol epistemik:
Eropa mengakui Palestina bukan karena idealism, tetapi damage control atas gelombang protes domestik.
Israel bergerak dengan keyakinan theological certainty bahwa waktu berada di pihak mereka.
Dunia Islam terjepit antara kemarahan rakyat dan pragmatisme pemerintahan.
Inilah puncak kalabendu global: ketika hukum internasional dikalahkan oleh realpolitik, ketika moralitas dikorbankan untuk stabilitas semu.
Indonesia di Persimpangan: Antara Peluang dan Jerat
Bagi Indonesia, situasi ini menawarkan peluang strategis:
Memimpin Diplomasi Global Selatan melalui kekuatan moral dan kapasitas moderasi.
Memperkuat Poros Maritim Dunia dengan menjadikan isu Palestina sebagai soft power.
Membangun Koalisi Transaksendental—negara-negara yang menggabungkan kekuatan material dan spiritual.
Namun, ancaman internal nyata:
Polarisasi antara kelompok pro-status quo dan pendukung aksi tegas.
Instrumentalisasi agama untuk kepentingan politik praktis.
Krisis energi nasional yang dapat melemahkan posisi tawar.
Penutup: Sejarah sebagai Skenario Ilahi
Geopolitik dan geoprofetik kini berjalan beriringan. Pax Judaica mungkin sedang menuju puncaknya, tetapi sejarah mengajarkan:
Setiap kekuatan tirani mengandung benih kehancurannya sendiri.(Ibnu Khaldun, Al-Muqaddimah).
Fase mulk jabbariyyan akan berakhir, digantikan oleh khilafah ‘ala minhaj al-nubuwwah.
Pertanyaannya kini bukan lagi, apakah ini akan terjadi, tetapi peran apa yang akan kita mainkan dalam transisi besar ini.
🌿 _Renungan Penutup_
Di tengah gemuruh kehancuran, ada sunyi yang berbicara:
bahwa setiap tirani adalah episode sebelum kebangkitan,
setiap kalabendu adalah fajar yang menyiapkan dirinya sendiri.
Kita bukan penonton—kita adalah aktor dalam drama kosmik ini.
Rujukan
Hosein, I.N. (2025). Contemporary Analysis of Pax Judaica. Lecture series.
International Crisis Group (2025). The UN Vote and Global Power Shifts.
Ahmad ibn Hanbal, Musnad, Vol. 28, Hadith 18430.
Ibn Khaldun (1377). Al-Muqaddimah, Bab V tentang Siklus Peradaban.
والله أعلم بالصواب
✍️ _Institute of Prophetic Cosmology and Eschatology/Institut Kosmologi dan Eskatologi Profetik_
Kolaborasi Manusia–AI: Menjembatani geopolitik dengan geoprofetik, membaca tanda-tanda zaman
25/09/2025
Posting Komentar
0Komentar