Ngawi, Orbit
Mulai pagi hari Sabtu (20/1), salah satu jalan poros desa di Sumberejo, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, nampak sangat ramai. Sebagian warga menunjukkan rasa gembira, mereka dengan bergegas kesalah satu jalan sempit menuju rumah sang kepala desa, yakni Dwi Minarto.
Antusiasme warga tersebut ternyata ingin berebut antrian pengambilan sertifikat hak atas tanah mereka, setelah beberapa bulan harus bersabar menunggu hasil kerja panitia PTSL (Pendaftaran Tanah Sistem Lengkap). Pada akhirnya, hari tersebut, mulai jam 9.00 WIB, hak sertifikat tanah yang didaftarkan masyarakat berjumlah 1.020 bidang sudah jadi dan siap dibagikan.
Tampak hadir selain seluruh Perangkat Desa Sumberejo, sejumlah Staf BPN (Badan Pertanahan Nasional) Ngawi, Forkompincam, serta aparat keamanan setempat. Kades Dwi Minarto kelihatan paling sibuk dan memantau jalannya proses penyerahan sertifikat.
Dalam kegiatan itu sebenarnya masyarakat yang mengusulkan sertifikasi tanahnya berjumlah 1.100 bidang, namun ternyata setelah diverifikasi 80 bidang tanah gagal didaftarkan ke BPN karena telah memiliki sertifikat. Maka dengan terpaksa panitia nantinya akan mengembalikan berkas dan sejumlah uang biaya proses PTSL.
Andreas Eko, ketua Puldatan (Pengumpul Data Pertanahan), menyatakan, bahwa kegagalan pemilik bidang tanah tersebut ternyata telah bersertifikat. Untuk itu pihaknya, rencana mendatang, usai penyerahan sertifikat tanah ini akan mengumpulkan para pemilik tanah yang telah terlanjur mengeluarkan biaya untuk kemudian berkordinasi dan mengembalikan biaya yang telah dibayarkan.
"Untuk pengembalian biaya tentunya sesuai dengan proses yang telah dilakukan, misalnya bila telah sampai proses pengukuran, maka biaya administrasi seperti biaya meterei dan pengukuran akan dipotong," terang Andre Eko.
Sementara itu terkait dengan pembiayaan, masyarakat pemilik bidang telah sepakat untuk membayar biaya proses sebesar Rp 300 ribu. Hal itu diungkapkan oleh Kepala Desa Sumberejo, Dwi Minarto dan sejumlah kelompok masyarakat yang ditunjuk dalam kegiatan tersebut.
"Sesuai kesepakatan masyarakat pemilik tanah dengan panitia, disetujui jumlah biaya yang harus dibayar sebesar tiga ratus ribu rupiah. Fiks, hanya sebesar itu, mas," kata Dwi Minarto menandaskan.
Saat Orbit Indonesia mewawancarai sejumlah masyarakat penerima sertifikat mereka mengaku membayar sejumlah sebagaimana yang disebutkan oleh kades di atas.
"Betul pak, kami membayar tiga ratus ribu untuk membuat sertifikat ini," jelas Sutarno, saat berada diantrian pengambilan sertifikat, yang juga dianggukkan oleh warga lain
Warga Dusun Ngasem ini juga menegaskan, tidak ada biaya tambahan selain yang disepakati tersebut. Bahkan pemilik bidang tanah sawah seluas 14 are ini sangat senang bisa mendapatkan sertifikat dengan biaya kecil ini.
Terjadi Simpang-siur Informasi Tentang PTSL
Sesuai dengan peraturan yang ada saat ini, yakni sejak terbitnya Perbub Ngawi No.99 Tahun 2022, proses pendaftaran sertifikat tanah PTSL dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan Puldatan (Pengumpul Data Pertanahan). Pokmas yang dibentuk oleh masyarakat pemilik bidang tanah ini yang akan mengurus segala proses terkait penyelenggaran PTSL hingga selesai. Mereka akan menentukan besaran biaya PTSL secara musyawarah dan mufakat.
Akhirnya disepakati di Desa Sumberejo, besaran biaya setiap bidang sebesar Rp 300 ribu.
"Hanya sebesar itu, tidak ada tambahan biaya," sanggah ketua Puldatan, Eko.
Anggaran PTSL terbagi menjadi dua, yakni anggaran partisipasi masyarakat, yang merupakan kesepakatan panitia dengan pemilik bidang tanah, serta anggaran kantor pertanahan (BPN) yang dibayarkan oleh bendahara Puldatan, sesuai dengan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga menteri, yaitu Menteri ATR/ BPN (Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional), Menteri Dalam Negeri, serta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Kemudian pada bagian sembilan, SKB tiga menteri tersebut, pemerintah daerah untuk membuat peraturan daerah atau bupati tentang tambahan pembiayaan oleh masyarakat.
Pewarta: Koh Mien
Posting Komentar
0Komentar