Pagelaran Wayang Kulit pada acara Bersih Desa Desa Pangkur di komplek pemakaman umum setempat pada siang hari. (Foto: OrbitInd)
Ngawi, Orbit-Ind
Ada yang menarik dari kegiatan Nyadran atau Bersih Desa Pangkur, pada Hari Kamis, 12/6/2024 lalu. Pusat kegiatan di depan areal pemakaman umum Desa Pangkur, Kecamatan Pangkur, Ngawi. Menarik karena acara yang biasanya dilaksanakan disebuah punden dengan sebuah pagelaran Langen Beksan atau Tayuban, namun di Pangkur diadakan pagelaran Wayang Kulit mulai jam 10.00 WIB hingga menjelang asyar atau sekitar jam 3.00 WIB.
Usai dilakukan selamatan, kemudian sejumlah warga menabur bunga pada pekuburan masing-masing warisnya dimulai dengan nyekar di tokoh sentral yang dianggap berjasa dalam.menyebarkan Agama Islam di Desa Pangkur, yakni Kyai Ngarpah atau Kyai Muhammad Bagus Ngarpah. Makamnya berada di tengah-tengah pemakaman, yang ditandai dengan pendopo cungkup yang dinaungi pohon Sepreh.
Pendopo Cungkup tersebut dari segi arsitektur dan ukurannya cukup menyolok, berupa bangunan klasik khas Jawa dengan eksen bata ekspos. Menandakan bahwa sosok Kyai Ngarpah sangat dihormati oleh masyarakat Desa Pangkur.
Penghormatan terhadap sosok Kyai Ngarpah oleh masyarakat setempat didasari dari perjuangan tokoh ini. Disamping sebagai pendiri desa, Kyai Ngarpah juga sebagai pejuang atau bagian dari gerilyawan pasukan Diponegoro. Tidak hanya itu, Kyai Ngaroah bukan ulama sembarangan, ia juga salah seorang ulama di Keraton Solo (Modin).
Berikut adalah sejarah perjalanan singkat Kyai Ngarpah hingga berada di Desa Pangkur, yang ditulis pada sebuah catatan kecil yang dipaku disebuah tiang kayu dilingkungan pemakaman.
Makam Mbah Kyai Ngarpah, merupakan tokoh penting dalam penyebaran Agama Islam di Desa Pangkur. (Foto: OrbitInd)
Sejarah Singkat Kyai Muhammad Bagoes Ngarpah
Kyai Ngarpah, Mbah Ngarpah alias Muhammad Bagoes Ngarpah adalah putera dari Tumenggung Setyonegoro I (red: disebut juga Kyai Muhammad Ngarpah), yang merupakan bupati pertama Wonosobo. Dalam sebuah catatan, bahwa Tumenggung Setyonegoro juga sebagai pejuang Laskar Diponegoro.
Putera dari Tumenggung Setyonegoro, yakni Kyai Muhammad Bagus Ngarpah diakui sebagai salah satu ulama (Modin) Keraton Surakarta. Beliau dikenal sebagai penulis naskah Al Quran Jawi. Kaitannya dengan Pangeran Diponegoro, Kyai Muhammad Bagus Ngarpah adalah salah satu penderek sang pangeran yang turut menentang penjajahan Belanda. Oleh karena itu, modin keraton ini juga menjadi salah satu target yang akan ditangkap oleh Kolonial Belanda, sehingga terpaksa melarikan diri, serta bergerilya mengikuti anjuran Pangeran Diponegoro.
Pada masa itu, usainya perang Jawa (Java Oorlag) dengan ditangkapnya Pangeran Diponegoro (1825), maka sebagian pasukannya melarikan diri menyebar kedaerah Monco Timur (Timur Lereng Gunung Lawu). Sebagian lewat sebelah selatan Gunung Lawu dan sebagian lainnya melalui utara Gunung Lawu. Dalam catatan sejarah Kyai Sentot Prawirodirdjo merupakan tokoh pendamping Pageran Diponegoro yang dalam pelariannya melalui arah selatan Gunung Lawu, lewat jalur Magetan, Ponorogo hingga Madiun, selanjutnya tiba didaerah Ngawi.
Salah satunya dari pasukan yang ikut melarikan diri ke arah Timur Gunung Lawu adalah Kyai Muhammad Bagoes Ngarpah.
Kyai Muhammad Bagoes Ngarpah dalam.pelariannya beberapa kali singgah dibeberapa daerah, seperti daerah Poncol, Plaosan, Magetan. Disetiap singgahannya kyai ini tidak lupa melakukan dakwah menyebarkan ajaran Islam.
Setelah beberapa saat singgah di Poncol, karena dirasa tidak aman, maka Kyai Ngarpah melanjutkan pelarian gerilyanya menuju sebuah pedusunan yang disebut sekarang sebagai Dusun Serenan, Pangkur, Ngawi. Nama Serenan sebenarnya berasal dari nama 'Siri', dalam bahasa Arab artinya tersembunyi, karena keberadaan tempat tinggal Kyai Ngarpah sengaja disembunyikan agar tidak terendus Belanda. Lama kelamaan nama pedusunan tersebut disebut masyarakat menjadi Dusun Sirinan hingga menjadi Serenan, yang artinya tempat persembunyian Kyai Ngarpah.
Ditempat inilah konon Kyai Ngarpah, dakwah menyebarkan agama Islam yang tentunya kepemelukan Islam didaerah ini belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam. Jejak Kyai Ngarpah di dusun ini salah satunya adalah sebuah langgar beserta bukti-bukti beberapa kitab tulisan tangan beliau sendiri.
Pada akhirnya Kyai Ngarpah wafat di Dusun Serenan, Desa Pangkur, Ngawi. Kemudian dimakamkan dipekuburan setempat.
Karena ketokohannya dalam menyebarkan agama Islam, maka oleh masyarakat setempat yang difasikitasi Pemerintah Desa Pangkur dalam setahun sekali dilakukan sadranan di depan makam, sekaligus juga sebagai makam umum masyarakat Desa Pangkur, berupa acara selamatan disertai pertunjukan wayang kulit. Sebagaimana yang berlangsung pada Hari Kamis Kliwon, 12/6, lalu.
Keabsahan Kyai Muhammad Bagus Ngarpah sebagai salah satu pejuang dan penderek Pangeran Diponegoro dan merupakan salah satu ulama Keraton Surakarta, dibuktikan oleh salah satu keturunannya (canggah), yakni Sarjono, yang kebetulan anggota DPRD Ngawi mendatangi Museum Radya Pustaka, Solo, untuk membandingkan kitab Al Quran Jawi yang ada di Serenan dengan koleksi Museum Radya Pustaka, dan hasilnya ternyata menunjukkan keidentikan. Kemudian pihak museum dalam penelitiannya mendatangi langsung ke Langgar Dusun Serenan, sekaligus meneliti tulisan Alquran Jawi yang saat ini masih disimpan oleh keluarga dengan baik.
Dengan petunjuk tersebut, kemudian keluarga memugar makam berupa bangunan rumah joglo kecil (cungkup). Didalam kompleks bangunan makam tersebut terdapat makam utama Kyai Ngarpah serta Nyai Ngarpah yang dimakamkan berdampingan.
Pewarta: Koh Mien
Posting Komentar
0Komentar