Ngawi, Orbit Indonesia
Ngawi sejak semula dikenal sebagai kota kripik, kripik tempe. Namun sebenarnya tidak hanya produk tersebut yang ada di Ngawi, sejak mulai tahun 90-an Ngawi juga dikenal sebagai penghasil melon terbaik di Pulau Jawa bahkan Indonesia.
Melon Ngawi sangat terkenal di beberapa kota besar di Pulau Jawa bahkan di Kalimantan.
Melon Ngawi memiliki cita rasa khas yang tidak dimiliki daerah lain. Berdaging tebal, manis, dan berair, merupakan salah ciri melon Ngawi. Sehingga dilapak-lapak di Jakarta, Surabaya, Bandung, melon Ngawi jadi buruan konsumen. Sebelum melon Ngawi habis, melon asal daerah lain belum bisa terjual. Dominasi melon Ngawi di pasar-pasar tersebut bertahan hingga saat ini.
Sayang sekali tanaman budidaya jenis ini sangat rumit dan memerlukan penanganan dengan keahlian khusus. Sedikit mengalami kendala, bisa saja terjadi gagal panen. Padahal untuk menanam melon dibutuhkan modal yang cukup besar. Sekali gagal akan gulung tikar. Sehingga ditingkat petani Ngawi menanam tanaman ini hanya bisa dilakukan oleh para pemilik modal dan benar-benar berpengalaman.
Halnitulah yang menjadi tantangan untuk mengembangkannya mengalami banyaknkendala dan tantangan yang begitu besar, sehingga produksi Melon Ngawi hingga saat ini tidak bisa konstan sepanjang musim. Bahkan saat musim panenpun kebutuhan pasar Melon Ngawi belum semuanya tercukupi, sehingga membuka peluang melon dari daerah lain.
Demi melihat potensi yang besar tersebut, maka pemerintah Kabupaten Ngawi akan mengembangkan tanaman holtikuktura ini secara besar-besaran. Mendatang Pemkab Ngawi melalui Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian akan kembali membranding produk Melon Ngawi, yakni dengan membantu petani setiap produknya seperti diiberi merk/ sticker, atau terobosan lainnya.
Tidak hanya itu, menurut Kadin DKPP Ngawi, Supardi, kelembagaan petani melon diperkuat. Saat ini kelompok tani melon sudah terbentuk, yakni Asosiasi Petani Melon Ngawi yang diketuai oleh Sri Sukowo, Desa Suko Wiyono, Kecamatan Padas. Diharapkan dengan kelembagaan tersebut menjadi embrio untuk pengembangan buah melon benar-benar bisa menjadi andalan Ngawi. Bahkan secara swadaya ada beberapa petani di Watualang dan Kendal yang membuat terobosan tanaman holtikuktura ini dalam sebuah greenhouse sederhana.
Masih menurut Supardi, walau melon Ngawi telah dikenal luas, namun sejatinya produk buah ini di Ngawi sangat tidak memadai bila dibandingkan dengan kebutuhan pasar. Di Pasar Induk Kramatjati, Jakarta, minimal dibutuhkan suplai melon 12 ton perhari.
Guna menjawab tantangan tersebut, Kadin Pertanian low profil ini menyatakan, para petani melon harus menjadi petani modern dengan memiliki standardisasi dalam penanaman melon. Maka petani melon harus memiliki standar tanam dengan SOP (Standar Operation Procedure) dan GAB (Good Agriculture Practice). Dengan dikuasainya SOP dan GAP, maka diharapkan kualitas dan kuantitas atau konyinuitas produk melon Ngawi terjaga.
Sejarah Melon Ngawi
Jenis tanaman buah berair dan beraroma harum ini pertama kali dikenal di Indonesia sekitar pada tahun 1980-an. Menurut salah seorang yang pernah berkecimpung pada bisnis tanaman berair ini, orang yang pertama kali mengenalkannya adalah Ali Murtopo, Menteri Penerangan era Presiden Suharto. Dari hasil uji coba yang dilakukan disebuah perkebunan di Sumatera ternyata tanaman ini berbuah dengan bak. Tanaman yang berasal dari negeri Jepang dan Taiwan ini, kemudian dicoba ditanam di daerah Bogor secara besar-besaran.
Kebetulan sekali, saat itu ada salah seorang penduduk Ngawi, yaitu warga Desa Sekaralas, Kecamatan Widodaren yang bekerja di perkebunan melon tersebut, yakni bernama Kasno. Kemudian ia bersama Suwad, warga Desa Brubuh, Jogorogo, mengembangkan tanaman ini bersama beberapa orang investor. Ternyata hasilnya cukup memuaskan, sehingga tidak lama berselang pada tahun tersebut tanaman ini mulai dikembangkan oleh petani Ngawi. Waktu itu peran pemodal sangat menentukan untuk budidaya tanaman yang dikenal berisiko sangat tinggi ini.
Tersebut nama-nama, seperti H. Sutikno (pemilik Bengkel AHASS ABF), Widodo, H. Mashudi, dan Sunar.
Orang-orang di atas memiliki peran besar dalam pengembangan melon Ngawi hingga dikenal saat ini. Bahkan mereka mengembangkan tanaman ini tidak hanya terbatas di Ngawi, namun juga membuka perkebunan di daerah lain.
Booming tanaman melon sekitar pada tahun 1990-an. Banyak suka dan duka mengiringi perjalanan para petani melon. Saat itu, disamping banyak yang sukses dengan bertani melon, namun tidak sedikit pula yang bangkrut gara-gara tanaman buah satu ini. Bisa dibayangkan, setiap hektar dibutuhkan sekitar 60 juta rupiah untuk menanam tanaman ini. Dengan asumsi kegagalan yang cukup tinggi, maka petani melon benar-benar sangat berhitung.
Puncaknya pada sekitar tahun 2000-an tanaman melon benar-benar menyebar diseluruh wilayah Ngawi. Tidak hanya terbatas didaerah pegunungan, namun diwilayah dataran timur Ngawi mengandalkan tanaman ini untuk mendapatkan keuntungan yang berlipat.
Begitu besarnya produksi tanaman melon berasal dari Ngawi, maka tanaman melon di pasar beberapa kota besar identik dengan Ngawi.
Walaupun terjadi pasang surut, melon Ngawi hingga saat ini masih menjadi primadona dibeberapa pasar atau lapak di kota-kota besar.
Keuntungan besar masih menjadi daya tarik, walaupun tanaman ini sangat rentan dengan berbagai penyakit. Namun masyarakat Ngawi hingga saat ini berusaha bangkit kembali untuk membudidayakan tanaman holtikultura ini.
Pewarta: Kahim
Posting Komentar
0Komentar