Kadin Pendisikan dan Kebudayaan Ngawi, Kabul Tunggul Winarno saat sambutan Sarasehan dan Gelar Budaya di Dalem Joglo Kepatihan. (Foto: istimewa)
Ngawi, Orbit Indonesia
Pagi Minggu, 9 Nopember 2025 tidak seperti biasa, Jalan Patiunus tepatnya disekitaran Dalem Kepatihan sangat ramai kerumunan dengan massa meluber. Ternyata ini merupakan penanda ada kegiatan budaya yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pemkab Ngawi bersama Dewan Kebudayaan Ngawi, yakni berupa pagelaran berbagai pentas seni dan sarasehan budaya. Gelar budaya ini menjadi awal kegiatan yang rencananya akan digelar rutin setiap Ahad Kliwonan, dalam penanggalan Jawa.
Kepatihan yang biasanya lengang menjadi tempat yang riuh dengan berbagai kegiatan kebudayaan dari berbagai unsur. Ada sebuah harapan baru dari keramaian tersebut yakni bangunan rumah joglo kuno ini akan direvitalisasi menjadi monumen kesejarahan Ngawi.
Kali ini dimulai dengan sarasehan dan gelar budaya dengan tema "Niteni Geni, Melacak Perjuangan Pangeran Diponegoro," diharapkan akan menjadi awal melestarikan dan mengembangkan kebudayaan Ngawi.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Ngawi, Kabul Tunggul Winarno, dalam sambutannya mengatakan, bahwa Kepatihan dahulu merupakan salah satu pusat pemerintahan di Ngawi pada masa Kerajaan Mataram Islam. Untuk itu diharapkan nantinya juga menjadi monumen sejarah yang bisa dikembangkan menjadi pusat kegiatan kesejarahan dan pariwisata.
"Pada tahun mendatang, tahun 2026 Kepatihan akan direvitalisasi menjadi tempat yang representatif dalam pelestarian dan pengembangan sejarah dan kebudayaan Ngawi. Kami akan melakukan konsultasi dengan berbagai pihak termasuk Dinas PUPR Ngawi," ujar Kabul T. W. dalam sambutannya.
Sarasehan Budaya, di Rumah Joglo Kepatihan tersebut dihadiri oleh sejumlah tokoh pelaku dan pemerhati kebudayaan. "Niteni Geni, Melacak Perjuangan Sang Pangeran," menjadi gagasan yang akan menelusuri kesejarahan Ngawi yang merupakan tempat perjuangan terakhir Sang Pangeran dalam Perang Jawa (Java Oorlog). Dimasa akhir tersebut wilayah Ngawi menjadi tambatan perjuangan yang pada akhirnya muncul wilayah pedesaan baru, hal itu terinskripsi dalam hampir seluruh babad desa yang ada.
Sarasehan menghadirkan narasumber kompeten Gus Irfan Afifi (budayawan), Akhlas Syamsul Qomar (sejarahwan), dan pembanding keyspeaker Tjahjono Widiyanto (sastrawan dan budayawan). Satu hal penting dari simpulan sarasehan ini, bahwa kesejarahan kebudayaan Ngawi saat ini banyak dipengaruhi eksosus pengikut Sang Pangeran pada masa akhir Perang Jawa, yang menyebar diseluruh wilayah Ngawi.
Rutinan Ahad Kliwonan nantinya diharapkan akan menjadi embrio pelestarian dan pengembangan kebudayaan Ngawi dimasa datang.
Penulis: K. A. Rohim

Posting Komentar
0Komentar